Beranda | Artikel
Nabi Muhammad Sebagai Nabiyyur Rahmah (Nabi Rahmat)
Sabtu, 10 April 2021

NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM SEBAGAI NABIYYUR RAHMAH (NABI RAHMAT)

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat حَفِظَهُ الله

Para pembaca yang terhormat, pada bagian kedua ini saya akan menjelaskan secara ringkas dengan bahasa yang mudah dipahami –Insya Allâh Azza wa Jalla – sifat rahmat Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diciptakan dan disifatkan serta dihiasi dengan rahmat sebagai Nabi yang di utus oleh Rabbul ‘alamin untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menamakan dirinya sebagai Nabiyur rahmah.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

عَنْ أَبِيْ مُوسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَمِّيْ لَنَا نَفْسَهُ أَسْمَاءً فَقَالَ: أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَحْمَدُ وَالْمُقَفِّي وَالْحَاشِرُ وَنَبِيُّ التَّوْبَةِ وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ (رواه مسلم وغيره)

Dari Abu Musa al ‘Asy’ariy, dia berkata, Adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menamakan dirinya kepada kami dengan beberapa nama, maka beliau bersabda, “Aku adalah Muhammad, Ahmad, al-Muqaffiy[1], al-Hâsyir[2], Nabi taubat dan Nabiyyur rahmah“. [HR. Muslim (2355) dan yang selainnya]

Hadits yang sama dari jalan yang lain:

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ فِيْ سِكَّةٍ مِنْ سِكَكِ الْمَدِيْنَةِ: أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَالْحَاشِرُ وَالْمُقَفِّى وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ. (رواه أحمد وغيره)

Dari Hudzaifah, dia berkata, “Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada salah satu jalan dari jalan-jalan di Madinah, ‘Aku adalah Muhammad, dan aku adalah Ahmad, dan al-Hâsyir, dan al-Muqaffiy dan Nabiyyur rahmah“. [Hadits shahih lighairihi[3] riwayat Ahmad (5/405) dan yang selainnya]

Dalam hadits yang mulia ini beliau menamakan dirinya Nabiyyur rahmah sebagaimana  firman Allâh Azza wa Jalla :

لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kamu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mu’min. [At-Taubah/9:128].

Dalam ayat yang mulia ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita tiga akhlaq Nabi yang mulia n yang amat mencintai dan menyayangi umatnya. Ini menunjukkan bahwa beliau adalah Nabiyyur rahmah, yaitu:

  1. Beliau merasa berat dan sangat susah melihat penderitaan atau kesusahan yang menimpa umatnya.
  2. Beliau benar-benar sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi umatnya.
  3. Beliau sangat belas kasihan lagi sangat penyayang kepada umatnya.

Itulah akhlaq yang sangat agung sekali sebagaimana telah ditegaskan oleh Rabbul ‘alamin bahwa beliau adalah seorang budiman besar yang sangat agung dalam firman-Nya, yang artinya, “Dan sesungguhnya engkau berada di atas akhlaq yang sangat besar“.[al-Qalam/68:4].

Hakim bin Aflah pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu anha :

يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْبِئِيْنِيْ عَنْ خُلُقِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَتْ: أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ؟ قُلْتُ: بَلَى  قَالَتْ: فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ. (رواه مسلم)

Wahai Ummul Mu’minin, beritahukanlah kepadaku akhlaq Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Aisyah balik bertanya, “Bukankah engkau telah membaca al-Qur’an ?” Hakim bin Aflah menjawab, “Ya”.  Aisyah berkata (dalam menjawab pertanyaan Hakim bin Aflah), “Maka sesungguhnya akhlaq Nabi Allâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an“. [HSR. Muslim, no. 746].

Yakni beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamalkan al-Qur’an dan memiliki akhlaq yang sangat agung sebagaimana beliau di utus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Itulah rahmat bagi sekalian alam khususnya untuk orang-orang yang beriman !

Kemudian hadits yang lain yang menjelaskan tentang rahmat beliau kepada umatnya, yakni ummatul ijâbah[4]:

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلاَ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِيْ إِبْرَاهِيْمَ (رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِيْ فَإِنَّهُ مِنِّيْ الآيَةَ) وَقَالَ  عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ (إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ) فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: اللَّهُمَّ أُمَّتِيْ أُمَّتِيْ وَبَكَى فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّى : يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ فَسَلْهُ مَا يُبْكِيكَ ؟ فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا قَالَ وَهُوَ أَعْلَمُ فَقَالَ اللَّهُ: يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ فَقُلْ إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِيْ أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُوءُكَ (رواه مسلم)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash (dia berkata): Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ayat tentang Ibrahim, (yang artinya,) Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak sekali dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, sesungguhnya dia dari golonganku…”[5] (Kemudian beliau membaca ayat tentang Isa): Berkata Isa (yang artinya), “Jika Engkau mengadzab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”[6] Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdo’a, “Ya Allâh, umatku, umatku“. Beliau menangis. Maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad –dan Rabbmu lebih tahu-, tanyakanlah, apakah yang membuatnya menangis ?” Maka Jibril mendatangi beliau dan menanyakan kepada beliau, apakah yang membuatnya menangis ? Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada Jibril apa yang telah beliau katakan –padahal Allâh lebih mengetahui-, maka Allâh berfirman, “Hai Jibril, pergilah (kembali) kepada Muhammad dan katakanlah, sesungguhnya Kami akan membuat engkau ridha terhadap umatmu dan Kami tidak akan menyusahkanmu”.  [HSR. Muslim , no. 202]

Hadits yang lain yang menunjukkan kasih-sayang beliau kepada umatnya :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ يَدْعُو بِهَا وَأُرِيْدُ أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِيْ شَفَاعَةً ِلأُمَّتِيْ فِي اْلآخِرَةِ (رواه البخاري و مسلم)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu (dia berkata), “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Setiap Nabi memiliki do’a yang mustajab yang dia berdo’a dengan do’a yang mustajab itu, maka aku ingin menyimpan do’aku sebagai syafa’at untuk umatku di akherat.”  [HSR. Bukhari (6304 –dan ini lafazhnya- dan 7474) dan Muslim (198 & 199].

Hadits yang sama dari jalan yang lain:

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ نَبِيٍّ سَأَلَ سُؤْلاً أَوْ قَالَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ قَدْ دَعَا بِهَا فَاسْتُجِيْبَ فَجَعَلْتُ دَعْوَتِيْ شَفَاعَةً ِلأُمَّتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري و مسلم)

Dari Anas, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Setiap Nabi telah meminta satu permintaan –atau beliau mengatakan-: Bagi setiap Nabi mempunyai do’a (yang mustajab) yang dia telah berdo’a dengannya, maka (do’anya) telah dikabulkan. Tetapi aku telah menjadikan do’aku sebagai syafa’at untuk umatku pada hari kiamat.”  [HSR. Bukhari (6305 -dan ini lafazhnya-) dan Muslim (200].

Hadits yang sama dari jalan yang lain:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ يَقُوْلُ: عَنِ النَّبِيِّ  صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ قَدْ دَعَا بِهَا فِي أُمَّتِهِ وَخَبَأْتُ دَعْوَتِيْ شَفَاعَةً ِلأُمَّتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه مسلم)

Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (beliau bersabda), “Bagi setiap Nabi ada do’a (yang mustajab) yang dia berdo’a dengan do’a yang mustajab itu untuk umatnya, maka aku telah menyimpan do’aku sebagai syafa’at untuk umatku pada hari Kiamat .”  [HSR. Muslim, no. 201].

Itulah Nabiyyur rahmah, beliau memang telah diciptakan dan disifatkan serta dihiasi dengan rahmat yang tetap ada pada diri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Sekali lagi saya mengatakan, sungguh saya sangat takjub ketika al-Imam al-Bukhari –amirul Mu’minin fil hadîts– telah memberikan judul bab di kitab shahihnya di bagian kitabul adab dengan judul bab: Rahmatin Nas wal Bahâ‘im (Bab: Mengasihi/menyayangi manusia dan hewan)

Kemudian al-Imam al-Bukhari membawakan enam hadîts dalam bab ini -dua di antaranya telah saya bawakan pada bagian pertama, sisanya yang empat buah hadits lagi akan saya bawakan sekarang pada bagian kedua ini, insyaa Allâhu Azza wa Jalla -:

Hadits pertama (no: 6008):

عَنْ أَبِيْ سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ: أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُوْنَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِيْنَ لَيْلَةً، فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا، وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِيْ أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ، وَكَانَ رَفِيْقًا رَحِيْمًا فَقَالَ: ارْجِعُوْا إِلَى أَهْلِيْكُمْ، فَعَلِّمُوْهُمْ وَمُرُوْهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي، وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Dari Abu Sulaimân Mâlik bin Huwairits, dia berkata, “Kami datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami adalah para pemuda yang sebaya umurnya. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Ketika beliau merasa bahwa kami telah rindu kepada keluarga kami, beliau bertanya kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan, maka kami memberitahukan kepada beliau. Beliau adalah seorang yang raqîq dan rahîm (lembut, penyayang dan pengasih), maka beliau bersabda (kepada kami): “Pulanglah kepada keluarga kamu, ajarkanlah mereka, dan perintahkanlah mereka, dan shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat, dan apabila datang waktu shalat, maka azanlah salah seorang dari kamu, dan hendaklah salah seorang dari kamu yang lebih tua umurnya menjadi imam”.[7]

Hadits yang mulia ini dibawakan oleh Al Imam dalam bab ini untuk menjelaskan sifat Nabi yang mulia n sebagai seorang yang raqiiq dan rahiim, yakni sangat lembut, penyayang dan pengasih.

Hadits kedua (no: 6010):

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَامَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ صَلاَةٍ وَقُمْنَا مَعَهُ فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ وَهُوَ فِي الصَّلاَةِ: اللَّهُمَّ ارْحَمْنِيْ وَمُحَمَّدًا وَلاَ تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا.  فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلأَعْرَابِيِّ: لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا يُرِيْدُ رَحْمَةَ اللَّهِ

Telah berkata Abu Hurairah, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat dan kami pun turut berdiri bersama beliau (mendirikan shalat jama’ah). Maka seorang a’raabiyyun[8] telah berkata (berdo’a) dalam shalat (jama’ah itu), “Ya Allâh, berikanlah rahmat kepadaku dan kepada Muhammad saja, dan janganlah Engkau rahmati seorangpun juga bersama kami”.  Maka tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah salam (dari shalatnya) beliau bersabda kepada a’raabiyyun, “Sesungguhnya engkau telah menyempitkan sesuatu yang sangat luas”. (Rawi[9] hadits mengatakan:) “Yang beliau maksudkan adalah rahmat Allâh”.

Nabi Muhammad sebagai Nabiyyur rahmah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita, sesungguhnya rahmat Allâh itu sangat luas sekali, maka janganlah kita mempersempit sesuatu yang luas. Dalam hadits ini beliau telah menyalahkan do’anya a’râbiyyun yang mengkhususkan rahmat Allâh hanya untuknya dan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, tidak untuk yang lainnya…!!?

Hadits ketiga (no: 6011):

عَنِ النُّعْمَانَ بْنِ بَشِيْرٍ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Dari Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Engkau lihat orang-orang yang beriman di dalam kasih-sayang mereka[10], dan mereka saling menghubungi untuk menghasilkan kecintaan di antara mereka[11], dan mereka saling tolong-menolong di antara mereka untuk menguatkan mereka, seperti sebuah jasad, apabila sakit salah satu anggota tubuhnya, niscaya akan menjalar keseluruh bagian jasadnya dengan tidak bisa tidur dan terserang demam.’[12]

Hadits keempat (no: 6013):

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ.

Dari Jarir bin Abdullah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barangsiapa yang tidak penyayang pasti tidak akan disayang”.[13]

Hadits yang mulia ini yang bersifat umum telah memotivasi kita untuk menjadi orang-orang yang penyayang  kepada semua mahluk sebagaimana telah dikatakan oleh al Imam Ibnu Bath-thâl.[14]

Dari hadits yang mulia ini dan hadits-hadits yang semakna lainnya, kita mengetahui berdasarkan ilmu yakin, bahwa Islamlah yang pertama kali meletakkan dasar-dasar kasih-sayang kepada mahluk, jauh sebelum orang-orang kuffar berbicara tentang masalah ini. Karena memang demikianlah yang ada pada Islam dan yang di bawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Islam adalah Agama yang paling menyayangi mahluk, menyalahi tuduhan sebagian manusia kepada Islam.

Tetapi kasih-sayang atau rahmat yang ada pada Islam berjalan sesuai dengan syari’at dan perintah dari Rabbul ‘alamin yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maka dari itu syari’at seperti jihad dan hukum qishâsh dan lain-lain tidak akan menafikan rahmat yang ada pada Islam atau telah terjadi kontradiksi yang sangat tajam dalam ajaran Islam sebagaimana telah dituduhkan oleh sebagian manusia. Para pembaca yang terhormat, akan menikmati keluasan dari pembahasan ini pada bagian yang ketiga ketika kita melihat bahwa semua ajaran Islam adalah rahmat bagi mahluk, insyaa Allâhu Azza wa Jalla.

Selesailah apa yang diriwayatkan dan di takhrij oleh Bukhari di kitab shahihnya di bagian kitabul adab dengan judul bab “menyayangi manusia dan hewan”.

Sekarang, saya akan mengajak kembali para pembaca untuk melihat hadits-hadits yang lain masih di bagian kitabul Adab dari shahih Bukhari dengan judul bab (18) : Bâbu Rahmatil Walad wa Taqbîlihi wa Mu’ânaqatihi (Bab: Menyayangi anak dan menciumnya serta memeluknya)

Dalam bab ini al-Imam ingin menjelaskan rahmat atau kasih-sayang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak-anak dan keluarga. Alangkah dalamnya curahan rahmat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka, baik dari qaul (perkataan) maupun fi’il (perbuatan) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana telah dikatakan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu anhu :

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … (رواه مسلم)

Aku tidak pernah melihat seorangpun juga yang lebih rahim kepada keluarga dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam …”[15]

Kemudian al Imam al-Bukhari di dalam bab ini telah membawakan sebuah hadits mu’allaq dan enam buah hadits maushul:

Adapun hadits yang mu’allaq[16]:

وَقَالَ ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ: أَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِبْرَاهِيْمَ فَقَبَّلَهُ وَشَمَّهُ

Tsabit mengatakan, dari Anas (dia berkata), “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil Ibrahim[17] kemudian beliau memeluk dan menciumnya.”

Saya akan membawakan kelengkapan dari hadits ini:

عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: دَخَلْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَبِيْ سَيْفٍ الْقَيْنِ وَكَانَ ظِئْرًا ِلإِبْرَاهِيْمَ فَأَخَذَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِبْرَاهِيْمَ فَقَبَّلَهُ وَشَمَّهُ. ثُمَّ دَخَلْنَا عَلَيْهِ بَعْدَ ذَلِكَ وَإِبْرَاهِيمُ يَجُوْدُ بِنَفْسِهِ فَجَعَلَتْ عَيْنَا رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَذْرِفَانِ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : وَأَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ: يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ ثُمَّ أَتْبَعَهَا بِأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُونُوْنَ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود وغيرهم)

Dari Tsabit, dari Anas bin Malik z dia berkata, “Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Abu Saif si pandai besi –dan dia adalah suami dari wanita yang menyusui Ibrahim-. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil Ibrahim, lalu beliau memeluk dan menciumnya. Kemudian sesudah itu (pada waktu yang lain) kami datang lagi menemui si pandai besi –dan Ibrahim saat itu sedang menghembuskan nafas-nafas terakhirnya-, maka mengalirlah air mata Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . (Melihat beliau menangis), Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada beliau, “Dan engkau (menangis) wahai Rasûlullâh ?” Beliau menjawab,  “Hai anak ‘Auf, sesungguhnya ini merupakan rahmat“. Kemudian beliau melanjutkan (sabdanya), maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya mata menangis dan hati bersedih, tetapi tidak ada yang kita ucapkan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Sesungguhnya perpisahan kami denganmu wahai Ibrahim, sungguh menyedihkan”. [HSR. Bukhari (1303) dan Muslim (2315) dan Abu Dawud (3126) dan lain-lain]

Hadits yang lain yang semakna dengan hadits ini:

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ هُ رَسُوْلُ إِحْدَى بَنَاتِهِ يَدْعُوْهُ إِلَى ابْنِهَا فِي الْمَوْتِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا أَنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ. فَأَعَادَتِ الرَّسُوْلَ أَنَّهَا قَدْ أَقْسَمَتْ لَتَأْتِيَنَّهَا فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَامَ مَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَيْهِ وَنَفْسُهُ تَقَعْقَعُ كَأَنَّهَا فِيْ شَنٍّ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ فَقَالَ لَهُ سَعْدٌ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ مَا هَذَا ؟ قَالَ: هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِيْ قُلُوبِ عِبَادِهِ وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ. (رواه البخاري ومسلم وغيرهما)

Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , tiba-tiba datang kepada beliau utusan dari salah seorang anak perempuan beliau yang memanggil beliau untuk (menengok) anak laki-lakinya (yang masih kecil) yang hampir meninggal (sedang sekarat karena sakit). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kepada utusan itu), ”Kembalilah dan beritahukanlah kepadanya, sesungguhnya kepunyaan Allâh apa Ia ambil, dan milik-Nya apa yang Ia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya ada waktu yang telah ditentukan. Maka perintahkanlah agar dia bersabar dan mengharapkan ganjaran (atas musibah ini)”. Kemudian utusan itu kembali lagi (kepada beliau memberitahukan), sesungguhnya anak perempuan beliau telah bersumpah agar beliau mendatanginya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (berangkat) dan berdiri juga bersama beliau (turut menyertai beliau) Sa’ad bin ’Ubadah dan Mu’adz bin Jabal. Maka anak kecil itu pun diserahkan kepada beliau sedangkan nafasnya terengah-engah seakan-akan dia berada dalam girbah (tempat air minum yang terbuat dari kulit). Maka mengalirlah air mata beliau. Maka Sa’ad berkata kepada beliau, ”Apakah (air mata) ini wahai Rasûlullâh?”. Beliau menjawab: “Inilah adalah rahmat (kasih-sayang) yang Allâh jadikan (masukkan) ke dalam hati hamba-hamba-Nya. Karena sesungguhnya Allâh hanya menyayangi dari hamba-hamba-Nya yang penyayang” [HSR. Bukhari (1284, 5655, 6602, 6655, 7377 & 7448) dan Muslim (923). Susunan lafazh di atas dari salah satu riwayat Bukhari (7377).]

Adapun enam buah hadits dalam bab ini yang dibawakan oleh al-Imam ialah :
Hadits pertama (no: 5994) :

عَنْ ابْنِ أَبِيْ نُعْمٍ قَالَ: كُنْتُ شَاهِدًا ِلابْنِ عُمَرَ وَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ دَمِ الْبَعُوْضِ فَقَالَ: مِمَّنْ أَنْتَ؟  فَقَالَ: مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ .قَالَ: انْظُرُوْا إِلَى هَذَا يَسْأَلُنِيْ عَنْ دَمِ الْبَعُوْضِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا.

Dari Ibnu Abu Nu’m[18] dia berkata, Saya pernah hadir di sisi Ibnu Umar ketika datang seorang laki-laki bertanya kepada beliau tentang (hukum) darah nyamuk (najis atau tidak)? Maka beliau bertanya (kepada orang itu), “Engkau orang mana?”.  Laki-laki itu menjawab, “Orang Irak”. Ibnu Umar berkata, “Lihatlah orang ini yang bertanya tentang (hukum) darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh cucu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [19], dan saya telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keduanya (yakni Hasan dan Husain) adalah rizqi yang Allâh telah memberikannya kepadaku dari bagian duniaku.”

Hadits ini dibawakan oleh al-Imam untuk menjelaskan kasih-sayang atau rahmat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian dalam kepada anak-cucu beliau. Sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, bahwa kedua orang cucu beliau ini merupakan rizqi dari bagian dunia beliau. Maka di antara faedah hadits ini dan hadits sebelumnya ialah: Menyayangi dan mencintai anak-cucu sebagaimana perbuatan Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama tidak melanggar syari’at.

Hadits kedua (no: 5995):

عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: حَدَّثَنِيْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِيْ بَكْرٍ: أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: جَاءَتْنِي امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ تَسْأَلُنِيْ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِيْ غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا، فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ. فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثْتُهُ فَقَالَ: مَنْ يَلِي مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ شَيْئًا فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنْ النَّارِ

Dari Zuhriy, dia berkata, Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abi Bakar (dia berkata): Bahwasanya Urwah bin Zubair telah mengabarkan kepadanya: Sesungguhnya Aisyah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceritakan kepadanya: “Pernah datang kepadaku seorang wanita bersama kedua anak perempuannya meminta (sesuatu) kepadaku, tetapi aku tidak mempunyai sesuatu selain sebuah korma, maka aku berikan kepadanya. Kemudian dia membagi sebuah korma itu untuk kedua anaknya (sedangkan dia sendiri tidak dapat). Kemudian dia berdiri lalu pergi. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, maka aku menceritakan (kejadian itu) kepada beliau, maka beliau bersabda: “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan ini, lalu dia berbuat ihsan (kebaikan) kepada mereka, niscaya mereka akan menjadi tabir baginya dari api neraka”.[20]

Lafazh ihsân di dalam hadits ini merupakan lafazh yang bersifat umum yang mencakup semua kebaikan :
Pertama : Berbuat ihsân kepada mereka tidak terbatas hanya kepada yang wajib-wajib saja seperti mendidik dan memberi nafkah. Akan tetapi masuk ke dalam ihsân amal-amal yang sunat seperti di dalam hadits ini, wanita itu telah mengutamakan kedua anaknya dari dirinya sendiri.

Kedua : Adapun yang masuk ke dalam ihsân di antaranya ialah:

  1. Mendidiknya dengan pendidikan agama.
  2. Mengurus dan merawatnya dari kecil.
  3. Memberinya nafkah, seperti makan, minum dan pakaian dan lain-lain.
  4. Mengajarkan adab dan akhlaq yang mulia kepada mereka.
  5. Bersabar dalam mendidik dan mengurus mereka dan bersabar atas gangguan-gangguan mereka.

Ketiga: Tentunya dengan syarat, bahwa perbuatan ihsan itu harus disetujui oleh Syara’ (Agama) dan tidak menyalahinya sebagaimana telah dikatakan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar ketika mensyarahkan hadits ini : “Syarat ihsan itu ialah yang menyetujui Syara’ tidak menyalahinya”.

Hadits ketiga (no: 5996):

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ عَلَى عَاتِقِهِ فَصَلَّى فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَ وَإِذَا رَفَعَ رَفَعَهَا

Dari Abu Qatâdah, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami sedangkan Umamah binti Abil ‘Ash berada dipunggungnya, kemudian beliau shalat (mengimami kami), maka apabila beliau ruku’ beliau meletakkan Umamah, kemudian apabila beliau bangkit beliau mengangkatnya (kembali)”.[21]

Dan begitulah seterusnya, apabila beliau sujud beliau meletakkan Umâmah, dan apabila beliau bangkit dari sujud beliau kembali menggendongnya sebagaimana telah dijelaskan dalam riwayat yang lain.[22]

Di antara faedah dari hadits yang mulia ini ialah:

  1. Mencurahkan kasih-sayang kepada anak-cucu dan secara umum kepada anak-anak kecil.
  2. Selain kita diperintah untuk mendidik mereka dengan pendidikan agama yang benar yang berjalan di atas al-Kitab dan al-Hadits menurut pemahaman Salaful ummah, kita juga diperintah untuk menjaga dan memelihara fisik mereka. Lihatlah kepada perbuatan Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam, alangkah besarnya rahmat atau kasih-sayang beliau dan pemeliharaan beliau secara fisik kepada Umâmah, ketika beliau ruku atau sujud beliau meletakkan Umâmah agar tidak terjatuh ke tanah yang akan merusak fisiknya. Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu sedang shalat mengimami manusia dan dalam kekhusyuannya, tetapi semua itu tidak menghalangi beliau untuk tetap menjaga Umâmah.

Itulahlah rahmat yang sangat besar yang beliau tebarkan kepada umatnya !

Sungguh hadits yang mulia ini menjadi sebuah contoh teladan yang sangat berharga sekali bagi kita kaum muslimin dari Nabi yang pada diri beliau terdapat uswatun hasanah, khususnya pada zaman ini, di mana sering terjadi kekerasan pada anak-anak. Kita melihat kekerasan kepada anak-anak terjadi di mana-mana, di keluarga, di masyarakat, di sekolah dan seterusnya.

Maka akan selalu kita katakan kepada manusia pada setiap masalah kehidupan, bahwa Islamlah yang pertama kali meletakkan dasar-dasar semuanya, di antaranya kasih-sayang kepada anak-anak, dan Islam pun telah melarang melakukan kekerasan kepada mereka yang berakibat merusak kejiwaan dan fisik mereka. Sayang sekali, ajaran yang mulia ini tidak diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin sehingga mereka terbenam ke dalam taqlid buta kepada orang-orang kuffar.

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya orang-orang kuffar di barat dan di timur tidak akan sanggup berbicara tentang kasih-sayang kepada anak-anak dan larangan melakukan kekerasan kepada mereka, kecuali setelah mereka melihat ajaran Islam dalam bab ini seperti kebiasan mereka dalam bab-bab yang lainnya, walaupun mereka tidak mau mengakuinya dengan lisan dan tulisan dan perbuatan mereka. Tetapi sebagaimana kebiasan orang-orang kuffar –karena tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allâh dan Rasul-Nya- mereka telah berlebihan dan melampaui batas dari apa yang dikehendaki oleh Islam.

Hadits keempat (no: 5997):

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَبَّلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيْمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الأَقْرَعُ: إِنَّ لِيْ عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا. فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

Dari Abu Hurairah Radhiiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium Hasan bin Ali sedangkan di sisi beliau ada Aqra’ bin Haabis at-Tamimiy lagi duduk, maka berkata Aqra’, “Saya mempunyai sepuluh orang anak tidak pernah saya mencium seorangpun di antara mereka”. Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kepada Aqra’ kemudian beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak penyayang pasti tidak akan disayang”.[23]

Perhatikanlah rahmat Nabi yang mulia n kepada anak-anak! Baru urusan cium-mencium –apalagi yang selainnya-beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan, “Barangsiapa yang tidak penyayang pasti tidak akan disayang”.

Kemudian perhatikanlah hadits selanjutnya!

Hadits kelima (no: 5998):

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: تُقَبِّلُوْنَ الصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ  فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ.

Dari Aisyah Radhiyallahu anha , dia berkata, “Datang seorang a’rabiyyun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan, ‘Kamu biasa mencium anak-anak kamu sedangkan kami tidak pernah mencium mereka.”
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa dayaku untuk menolongmu ketika Allâh telah mencabut kasih-sayang dari hatimu”.[24]

Hadits keenam (no: 5999):

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِيْ إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ ؟ قُلْنَا: لاَ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ  فَقَالَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا.

Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu , dia berkata, “Pernah didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam para tawanan perang wanita dan anak-anak, maka tiba-tiba ada seorang tawanan wanita yang selalu menyusui (mencari anaknya), apabila dia mendapatkan seorang bayi di dalam tawanan, maka (segera) mengambilnya dan merapatkan keperutnya kemudian menyusuinya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami, ‘Apakah kamu mengira wanita ini akan melemparkan anaknya ke api ?’ Kami menjawab, “Tidak, dan dia sanggup untuk tidak melemparkannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allâh lebih rahim kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya”.[25]

Hadits ini dibawakan oleh al Imam sesuai dengan bab yang beliau rahimahullah berikan yaitu kasih-sayang kepada anak. Dalam hadits yang mulia ini terdapat taqrîr (persetujuan) dan qaul (sabda) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan kasih-sayang seorang ibu kepada anaknya yang demikian dalamnya. Dia mencarinya kesana-kemari ketika anak itu hilang, dan menyusuinya ketika anak itu membutuhkan asi (air susu ibu), dan tidak mungkin seorang ibu akan mencelakakan anaknya…

Itulah enam buah hadits telah dibawakan oleh al Imam dalam bab (18) rahmatul walad…

Kemudian masih dalam kitab yang sama kitabul adab dari kitab shahih beliau bab (20) dengan judul bab : Bâbu Qatlil Walad Khasyyata an Ta’kula Ma’ahu (Bab: Membunuh anak karena takut makan bersamanya (takut miskin)

Kemudian al Imam membawakan sebuah hadits (no: 6001):

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ .قَالَ: ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ .وَأَنْزَلَ اللَّهُ تَصْدِيْقَ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُوْنَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ الآيَةَ.

Dari Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata, “Saya pernah bertanya, ‘Wahai Rasûlullâh, dosa apakah yang paling besar ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Engkau menjadikan bagi Allâh tandingan padahal Dia yang telah menciptakanmu”. Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi ?’ Beliau menjawab, ‘Engkau membunuh anakmu karena takut makan bersamamu (karena engkau takut miskin).’ Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi ?’ Beliau menjawab, ‘Engkau berzina dengan istri tetanggamu’. Kemudian Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat membenarkan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (Dan mereka yang tidak menyeru (menyembah) tuhan yang lain bersama Allâh…).[26]

Saya tutup bagian kedua ini dengan sebuah hadits yang sangat agung lagi sangat besar dari perintah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk menyebarkan dan menebarkan rahmat kepada penduduk bumi:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوْا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ (رواه أبوداود والترمذي وغيرهما)

Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh ar-Rahman, maka sayangilah penduduk bumi, niscaya Allâh yang berada di atas langit akan menyayangi kamu[27]“. [Hadits shahih lighairihi riwayat Abu Dawud (4941) dan Tirmidzi (1924) dan yang selain keduanya].[28]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_____
Footnote
[1]  Al Muqaffiy maknanya ialah sebagai Nabi terakhir yang tidak akan ada Nabi lagi sesudahku.
[2] al Hâsyir yang dikumpulkan manusia di bawah kedua telapak kakiku. Maksudnya, manusia dikumpulkan mengikutiku dan sesudah zaman kenabianku, karena tidak akan ada Nabi lagi sesudahku. ini sebagaimana diterangkan oleh Imam Nawawi dalam mensyarahkan hadits ini di kitabnya Syarah Muslim (no: 2355).
[3] Isnad hadits ini hasan, tetapi memiliki penguat (syahidnya) dari hadits Abu Musa sehingga menjadi shahih lighairihi.
[4]  Umat beliau ada dua macam: Pertama: Ummatud da’wah. Yakni setiap manusia yang telah sampai da’wah beliau. Kedua: Ummatul ijâbah. Yakni manusia yang telah menyambut da’wah beliau dan masuk ke agama beliau menjadi orang-orang yang beriman.
[5]  QS. Ibrâhîm/14:36.
[6]  QS. al-Mâidah/5:118.
[7] Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh Imam Muslim (674) tanpa lafazh “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
[8]  A’raabiyyun ialah setiap orang yang tinggal di desa atau orang kampung, baik orang Arab maupun orang asing (selain Arab).
[9]  Bisa jadi yang mengatakan ini adalah Abu Hurairah.
[10] Yakni mereka saling mengasihi dan menyayangi disebabkan ukhuwwah imaniyyah (persaudaraan keimanan), bukan disebabkan yang lainnya.
[11] Yakni mereka saling menghubungi seperti menziarahinya atau memberikan hadiah untuk menumbuhkan kecintaan di antara mereka.
[12]  Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh Muslim (2586).
[13]  Hadits ini juga dikeluarkan oleh Muslim (2319).
[14]  Fat-hul Bâri’ dalam mensyarahkan hadits (no: 6013).
[15] HR. Muslim (2316). Riwayat ini adalah salah satu jalan dari hadits Anas yang akan saya bawakan setelah ini dari jalan Tsabit.
[16]  Hadits mu’allaq ini telah di maushulkan (disambung sanadnya) oleh al-Imam di bagian kitab Janâiz dengan lafazh yang lengkap seperti yang saya bawakan.
[17]  Anak beliau Ibrahim bin Nabi Muhammad n dari budak beliau Maria al Qibthiyyah.
[18]  Yang namanya Abdurrahman.
[19] Yakni Husain bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhuma cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah di bunuh dan mati terzhalimi oleh sebagian penduduk Irak. Yakni, bagaimana mungkin mereka bertanya tentang hukum darah nyamuk najis atau tidak ? Padahal mereka telah membunuh Husain salah seorang kecintaan dan buah hati Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan rizqi yang Allâh berikan kepada beliau dari bagian dunia beliau. Yang paling tepat, mestinya mereka bertanya tentang dosa pembunuhan yang mereka lakukan secara berjama’ah, kemudian mereka beristighfar dan bertaubat kepada Allâh atas perbuatan yang telah mereka kerjakan. Tetapi hal ini tidak menunjukkan bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan tentang darah nyamuk ! Tidak demikian! Barangkali –wallahu ‘alam- Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma ingin memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada penduduk Irak dan kepada kita sekalian, bahwa yang lebih penting dan sangat diutamakan dalam bertanya ialah sesuatu yang sangat bermanfaat bagi penanya, untuk dunia dan akheratnya. Kemudian yang di bawahnya dan di bawahnya. Kalau sekiranya orang itu bertanya tentang hukum pembunuhan yang mereka lakukan terhadap Husain Radhiyallahu anhu, pastilah sangat bermanfaat bagi mereka untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Pertanyaan orang Irak itu sama persis dengan sejumlah pertanyaan dari mereka yang hidup pada zaman kita. Seperti mereka bertanya tentang hukum onani, padahal mereka telah berzina menumpahkan maninya ke farji yang haram!? Dan seterusnya. Maka jawaban Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma merupakan kaidah yang sangat besar sekali dalam bab ini.
[20]  Hadits ini dikeluarkan juga oleh Muslim (2629). Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh Bukhari di tempat yang lain (1418). Hadits yang semakna dengan hadits ini cukup banyak sebagiannya telah saya bawakan di kitab saya menanti buah hati dan hadiah untuk yang dinanti pada Pasal ke-11 dengan judul keutamaan mendidik dan berbuat ihsan kepada anak-anak perempuan.
[21]  Hadits ini telah dikeluarkan juga oleh Muslim (543). Al-Imam al-Bukhari juga telah meriwayatkan hadits di kitab shalat (516).
[22]  Silahkan meruju’ ke kitab saya menanti buah hati dan hadiah untuk yang dinanti (Pasal 30 dengan judul hukum membawa anak ketika shalat).
[23] Hadits ini telah dikeluarkan juga oleh Muslim (2318).
[24]  Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh Muslim (2317).
[25]  Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh Muslim (2754).
[26]  Surat al-Furqân/25:68. Hadits ini telah dikeluarkan juga oleh Muslim (86).
[27] Di atas langit yakni di atas ‘Asry-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala bersemayam sesuai dengan Kebesaran-Nya sebagaimana Allâh Azza wa Jalla beritahukan dalam al-Qur’an di beberapa tempat yang menjadi salah satu sifat fi’liyyah (perbuatan) Allâh Azza wa Jalla . Demikian juga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di banyak haditsnya, di antaranya hadits yang sangat besar ini. Inilah aqidah yang sangat agung, yang Allâh telah memfithrahkan mahluk berdasarkan aqidah yang sangat besar ini. Oleh karena itu tidak ada yang mengingkarinya kecuali mereka yang telah rusak fithrahnya seperti Fir’aun bersama para pengikutnya.
[28] Silahkan meruju’ untuk melihat kelengkapan takhrij ilmiyyahnya ke kitab Silsilah Shahîhah oleh al Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani (no: 925). Isnad hadits ini dha’if karena kelemahan salah seorang rawinya yaitu Abu Qâbus maula Abdullah bin Amr bin Ash. Tetapi rawi yang dha’if ini telah ada mutaabi’nya, dan hadits ini pun telah ada syawaahidnya sehingga memungkinkan derajatnya naik menjadi shahih lighairihi.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/31772-nabi-muhammad-shallallahu-alaihi-wa-sallam-sebagai-nabiyyur-rahmah-nabi-rahmat.html